Padang
Buang Anak adalah nama sebuah tempat/ padang di Belitung. Padang ini tidak
begitu jauh dari puncak tertinggi Pulau Belitung, yaitu Gunung Tajam.
Dahulu, saat pembangunan belum begitu maraknya di kawasan ini, ada perasaan
ganjil (kalau tidak mau saya bilang berkesan seram) saat melewati area ini.
Hal
ini dikarenakan bahwa Padang Buang Anak memiliki cerita tentang seorang
perempuan yang kehilangan bayinya namun masyarakat tetangganya sudah terlanjur
menghakimi bahwa perempuan tersebut membuang banyinya disebuah padang pada saat
Belitung dilanda kemarau panjang dan padang ini sejak saat itu hingga
detik ini – oleh masyarakat Belitung – disebut dengan nama Padang Buang Anak!
Berikut ini
adalah cerita dan atau legenda yang diwariskan turun termurun tentang Padang
Buang Anak:
Sekitar
tahun 1300 silam, konon katanya Belitung pernah dilanda musim kemarau yang
sangat panjang. Sangat sulit menemukan air dan akibatnya masyarakat Belitung
menjadi sangat menderita karena kemarau panjang tersebut. Dalam cerita ini
tersebutlah nama seorang wanita bernama Mak Dambe. Di suatu hari saat kemarau
panjang sedang melanda tersebut, dia sedang berjalan perlahan dalam perjalanan
panjangnya yang sangat melelahkan mencari sumber air. Dia turut membawa serta
bayinya yang baru lahir dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa. Dia
telah mencari air selama setengah hari, akhirnya ia mencapai kaki Gunung Tajam.
Namun, masih tidak menemukan air, sementara bayinya menangis keras.
Karena ia
terlalu lelah dan haus, Perempuan bernama Mak Dambe ini pun akhirnya
beristirahat dengan duduk di atas batu dan terus melihat keseliling dengan
harapan akan menemukan air. Tidak lama kemudian, dia melihat kura-kura
merangkak dari batu tempat ia duduk. Lalu ia memutuskan untuk mengawasi
kura-kura itu, mungkin itu bisa membantunya menemukan sumber air.
Mak Dambe
kemudian membuat lingkaran dengan batu-batu besar di tanah dan meninggalkan
bayinya di dalam. Setelah itu dia mulai mengikuti jejak kura-kura tersebut.
Akhirnya, kura-kura membawanya ke sebuah lembah di mana air mengalir keluar
dari celah batu besar. Dia sangat senang dan lega. Dahaganya dengan meminum
sedikit air menjadi hilang. Setelah merasa cukup, ia tiba-tiba menyadari bahwa
ia harus segera kembali ke tempat ia meninggalkan bayinya. Butuh satu jam lama
untuk kembali ketempat ia meninggalkan bayinya, sementara matahari sudah hendak
terbenam. Mak Dambe, harus bergegas menemuai bayinya sebelum matahari terbenam!
Ketika ia
kembali, ia melihat bahwa bayinya sudah tidak ada lagi. Ada ceceran darah dan
jejak kaki binatang. Karena khawatir dengan keadaan bayinya, Mak Dambe
menelusuri jejak kaki binatang tersebut. Sayangnya, dia tidak bisa menemukan
bayinya meskipun dia telah masuk ke dalam hutan. Mak Dambe pun mulai menangis
dan pulang dengan sedihnya serta perasaan kacau balau.
Tetangga Mak
Dambe sangat terkejut setelah mendengar apa yang dikatakannya. Sejak kejadian
itulah, orang-orang menamai tempat itu sebagai Padang Buang Anak!
http://biondyfunkerskrt.blogspot.com/2012/01/padang-buang-anak-di-belitung-menurut.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar