Jika anda melewati jalan diponegoro mau ke pasar kembang, ada rumah
besar di kiri jalan itulah rumah hantu kupang tepatnya di Kampung Banyu Urip
Wetan IA No. 107, Surabaya. Dahulu tempat tersebut dibuat tempat penyiksaan
tentara jepang. Salah satunya yang terkenal cak Durasim juga meregang nyawa
disitu.
G
edung tua ini terlihat menonjol dan berbeda dari bangunan di
sekitarnya. Dari luar, terasa nuansa angker dan menyeramkan ketika melihat
bangunan itu. Warga kota Surabaya sering menyebutnya dengan nama ‘rumah setan’
atau ‘gedung setan’. Sejak jaman kolonial Belanda, gedung itu memang sudah
terkenal dengan sebutan “spookhuis”.
Asal muasal nama gedung setan memiliki beberapa versi. Versi yang
tertulis di buku Oud Soerabaia (1931) karya von Faber yang dikutip Duncan
Graham dalam artikelnya yang berjudul “Surabaya’s Ghost House” di Majalah
Latitude (2010) menyebutkan bahwa setan di gedung ini adalah salah satu
penghuni rumah yang membunuh anak hasil hubungan gelapnya. Selain itu ada
pendapat lain bahwa hantunya adalah seorang budak kapal yang memiliki cap (cap
kepemilikan budak) dan berpesan tidak mau dimandikan jenazahnya ketika mati.
Versi terjemahan bahasa Belanda Kuno von Faber ini memiliki sedikit variasi di
sana sini.
Selain itu, ada kisah yang menyebutkan fungsi rumah setan dulunya
sebagai tempat penyimpanan jenazah orang Tionghoa sebelum dimakamkan. Disitu
jenazah disimpan, dimandikan dan diprosesikan menuju ke pemakaman yang berada
persis di seberangnya (Pasar Kupang dan sekitarnya). Kisah ini dibuktikan
dengan ukuran pintu gedung yang sangat tinggi agar prosesi pemakaman yang
biasanya diikuti bendera bisa lewat. Roh-roh jenazah orang Tionghoa inilah yang
dipercaya menjadi setan dan menghuni gedung. Tapi ini tidak dibuktikan dengan
catatan tertulis bahkan fungsi rumah jenazah itupun dipertanyakan kebenarannya.
Terlepas dari mitos cerita setan yang beredar, Gedung Setan ini
awalnya dibangun untuk ditinggali oleh pemilik pertamanya yaitu J.A.
Middelkoop. Middelkoop membeli area Kupang dari Daendels seharga 4.000
rijksdalders dan tahun 1809 mulai dibangun sebagai tempat tinggal. Setelah ia
wafat, rumah berpindah tangan ke orang Tionghoa. Pada masa von Faber pemilik
rumah itu adalah Dr. Teng Sioe Hie. Ada pendapat gedung setan diambil dari nama
Tionghoa pemiliknya yang bermarga Tan (She Tan). Julukan rumah setan ini diduga
sudah melekat dibenak penduduk Surabaya sejak awal abad ke-20.
Namun jangan salah, meskipun terlihat angker gedung setan ini tetap
berpenghuni. Saat ini ada sekitar 50 keluarga atau sekitar 200 jiwa yang
menghuni bangunan ini. Mereka adalah sanak-kerabat turun temurun dari pemilik
gedung spookhuis. Adapun hak milik atas gedung setan saat ini adalah pengusaha
bernama Teng Kun Gwan atau dikenal dengan nama Gunawan Sasmito. Yang tak lain
adalah keturunan ketujuh dari pemilik gedung.
Gedung yang memiliki luas sekitar 400 m² ini terdiri dari dua
lantai. Pada bagian belakangnya terdapat bekas altar sembahyang bagi leluhur.
Saat ini altar tersebut menjadi tempat parkir motor dan sepeda milik para
penghuni gedung. Di bagian tengah terdapat sebuah ruangan yang cukup lapang
dengan jendela-jendela yang lebar. Terdapat pula ruangan yang berfungsi sebagai
Gereja Pantekosta, tempat beribadah bagi penghuni gedung dan warga sekitar yang
beragama Kristen. Tampak pula gambar Yesus Kristus dan gambar-gambar lainnya
menghiasi ruangan ini.
Di sekitar gedung setan (spookhuis) terdapat sebuah pasar
tradisional yang dikenal dengan nama Pasar Gedung Setan. Yang menarik dan
tampak berbeda dengan pasar-pasar tradisional lainnya, pedagang di pasar ini
didominasi oleh orang-orang beretnis Tionghoa yang tak lain adalah penghuni
gedung setan.
https://aldofahreza.blogspot.com/2013/03/rumah-setan-spookhuis-di-kupang-pasar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar