Gedung Negara
dibangun pada tahun 1795, waktu itu penguasa tunggal (Gezaghebber) Belanda Dirk
Van Hogendorp (1794-1798) beranggapan bahwa tempat kediaman resminya di kota
bawah dekat Jembatan Merah kurang sesuai dengna kedudukannya. Ia memilih
sebidang lahan di tepi Kalimas untuk membangun sebuah rumah taman yang lebih
representatif.
Tanah di jalan Pemuda yang dulu bernama Simpang, milik seorang
Cina yang mula-mula segan menyerahkannya kepada Van Hogendorp. Namun menurut
cerita ia akhirnya berhasil dipaksa secar halus dengan pernyataan bahwa tanah
itu akan "disimpan" baginya. Menurut cerita, pemiliknya hanya diberi
uang ganti rugi segobang (2.5 sen). Dari kata "disimpan" tadi
lahirlah kata SIMPANG. Van Hogendorp membangun gedung itu dengna biaya 14.000
ringgit. Namun ia menikmati tempat kediaman itu hanya sekitar tiga tahun saja.
Selama ia memangku
jabatannya, banyak keluhan disampaikan kepada Pemerintah Pusat Hindia Belanda
di Batavia (Jakarta), antara lain ia dituduh menyalahgunakan kekuasaan untuk
kepentingan pribadi. Itulah sebabnya ketika diadakan resepsi tahun baru pada
tanggal 1 Januari 1789, ia ditangkap dan dikirim ke Batavia. Gubernur Jenderal
Inggris, Daendels, yang terkenal dengna sebutan Toean Besar Goentoer
memperbaiki Gedung Grahadi itu. Ia ingin menjdaikan gedung itu sebagai suatu
istana.
Disamping itu, juga
dibangun sebuah jembatan di atas Kalimas yang kini mengalir di belakang gedung
tersebut. Pada mulanya gedung itu memang menghadap ke Kalimas, sehingga pada
sore hari penghuninya sambil minum-minum teh dapat melihat perahu-perahu yang
menelusuri kali tersebut. Perahu-perahu itu juga dimanfaatkan sebagai sarana
transportasi, mereka datang dan pergi dengna naik perahu menelusuri Kalimas.
Dalam perkembangan
berikutnya Gedung yang megah itu dipakai juga untuk tempat bersidang Raad Van
Justitie (Pengadilan Tinggi), juga dipakai untuk pesta, resepsi dengna
berdansa, dan lain-lain. Pada tahun 1802, gedung Grahadi yang semula menghadap
ke Utara, diubah letaknya menjadi menghadap ke Selatan seperti sekarang ini. Di
seberangnya ada taman yang bernama Kroesen (Taman Simpang), yang diambil dari
nama Residen J.C. Th. Kroesen (1888-1896). Di belakang taman itu ada patung
Jokodolok yang berasal dari kerajaan Majapahit yang sekarang juga masih berdiri
kokoh. Diantara peninggalan dari zaman Belanda terdapat meja tulis yang kini
dipakai oleh Gubernur Jawa Timur di ruang kerjanya. Gubernur Belanda yang
terakhir mendiami gedung Grahadi ialah : CH. Hartevelt (1941-1942).
Sejak Indonesia
merdeka, Gubernur Jawa Timur pertama yang bertempat tinggal di Grahadi ialah
R.T. Soerjo (1946-1948) yang patungnya kini nampak di seberang jalan Gedung
tersebut. Sejak Gubernur Samadikoen (1945-1957) sampai sekarang gedung ini
dijadikan gedung negara untuk menerima tamu, resepsi serta pertemuan-pertemuan
lain, sedangkan Gubernur sendiri bertempat tinggal di kediaman lain di
dalam kota Surabaya.
http://www3.petra.ac.id/eastjava/cities/sby/history/sejarah/4.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar